Rabu, 04 Oktober 2017

Cara baru Naik Gunung

Mendaki gunung identik dengan kegiatan yang menguras tenaga. Pendaki mesti berjalan menanjak melewati jalanan berkelok sambil membawa tas berisi bekal atau perlengkapan berkemah. Namun, kelelahan terbayar dengan pemandangan alama yang indah ditambah bonus jika sanggup hingga puncaknya. Aktifitas pendakian tidak bisa dilakukan sembarangan, butuh persiapan dan latihan.

Namun realita yang terjadi di beberapa tempat sangatlah berbeda. Aktifitas pendakian yang ada di bayangan saya ternyata jauh tidak sama. Contohnya adalah beberapa puncak kawah gunung di pulau Jawa, ternyata sudah menjadi objek wisata dengan jumlah pengunjung cukup tinggi. Seperti kawah Ijen, Dieng, atau Tangkuban Perahu.

Jaman semakin maju, naik gunung akhirnya semakin mudah. Bahkan sudah ada jalan beraspal nyaris ke puncak gunung. Alhasil pendaki bisa memakai kendaraan supaya tidak capek. Namun, segala kemudahan ini membuat pengunjung cenderung semakin manja dan tidak tertib. Esensi pendakian gunung menjadi hilang dan bisa dilakukan siapa saja. Terlebih semakin banyak sampah berserakan karena merasa mudah membawanya lalu mudah membuangnya.

Tangkuban perahu menjadi puncak kawah ketiga yang pernah saya kunjungi, sebelumnya adalah kawah Ijen dan Dieng. Sayang, kali ini saya berkunjung diwaktu yang tidak tepat, Tangkuban Perahu berkabut. Berbagai perlengkapan fotografi yang saya bawa menjadi tidak maksimal karena tidak bisa memotret kawah Tangkuban Perahu. Selain kabut tebal, hujan gerimis membuat hunting foto saya menjadi kurang puas.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Unsur-unsur KeIslaman dalam Corak Motif Batik Pamekasan Madura Melalui Analisis Semiotika

  Sumber Foto: okezone The Madurese are described as very religious, many of their customs and cultural attributes represent Islam. Islam ha...